Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil didefinisikan sebagai sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran. Kata adil (al-‘adl) berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi berarti pertengahan. Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Keadilan merupakan salah satu dari tiga asas pandangan hidup islam, seiring dengan tauhid dan khilafah. Oleh karena islam mencakup semua aspek kehidupan, keadilan juga seharusnya mencakupi semua bidang termasuk ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lain-lain. Menegakkan keadilan akan menciptakan kebaikan kepada siapapun, manakala pelanggaran terhadapnya akan mengakibatkan malapetaka. Keadilan termasuk dalam akhlak islam yang harus diamalkan dalam semua aspek kehidupan dan kepada semua manusia. Sekiranya ia dikesampingkan, maka ia dianggap satu dosa dan kesalahan disisi Allah SWT.
Allah
SWT berfirman dalam Al-qur’an Q.S An-Nisa ayat 58 :
Artinya
: “Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.
Apabila kamu mengadili di antara manusia bertindaklah dengan adil. Sungguh Allah mengajar kamu dengan
sebaik-baiknya, karena Allah Maha Mendengar, Maha Melihat”. [An-Nisaa’/4:58].
Allah
SWT berfirman dalam Al-qur’an Q.S Al-Maidah ayat 8.
Artinya
: “Hai orang-orang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, sebagai saksi-saksi
Allah dan janganlah kebencian orang kepadamu membuat kamu berlaku tidak adil.
Berlakulah adil. Itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah.
Allah tahu benar apa yang kamu kerjakan”.[Al-Maidah/5:8].
Allâh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا
يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ
وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا
Artinya
:
“Barangsiapa
yang mengikuti petunjuk (Allâh), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk
(kebaikan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia
tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat
memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus
seorang rasul”. [ A
l-Isrâ`/17:15].
Sesungguhnya
ayat ini menjelaskan keadilan Allâh Azza wa Jalla dan hikmah-Nya yang sempurna.
Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah menjelaskan hal ini dengan perkataannya:Allâh
Yang Maha Suci menetapkan empat hukum bagi musuh-musuh-Nya, yang merupakan
puncak keadilan dan hikmah, (yaitu): (1) bahwa hidayah yang didapat seorang
hamba yang berupa iman dan amal shalih, (kebaikannya) adalah untuk dirinya,
bukan untuk orang lain, (2) bahwa kesesatannya, dengan ketiadaan hidayah,
(kerugiannya) adalah atas dirinya sendiri, bukan atas orang lain, (3) bahwa
seseorang tidak akan disiksa dengan sebab dosa orang lain, (4) bahwa Allâh Azza
wa Jalla tidak akan menyiksa kecuali setelah tegaknya hujjah seseorang dengan (diutus)
para rasul-Nya.
Maka
perhatikanlah kandungan empat hukum ini, yang berupa hikmah Allâh Azza wa Jalla
, keadilan-Nya dan keutamaan-Nya, dan bantahan terhadap orang-orang yang
terpedaya dan memiliki harapan-harapan yang dusta; juga bantahan terhadap orang-orang
yang bodoh terhadap Allâh, nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya.
Ayat
ini memuat empat kalimat yang agung:
Firman
Allâh Azza wa Jalla :
مَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا
يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ
Artinya
: “Barangsiapa yang mengikuti petunjuk (Allâh), maka sesungguhnya dia berbuat
itu untuk (kebaikan) dirinya sendiri”.
Imam
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Allâh memberitakan bahwa barangsiapa berbuat
sesuai dengan petunjuk (Allâh), mengikuti al-haq dan meniti jejak kenabian,
maka sesungguhnya ia akan mendapatkan akibat yang terpuji bagi dirinya
sendiri”.
Firman
Allâh Azza wa Jalla :
وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا
يَضِلُّ عَلَيْهَا
Artinya
: “Dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian)
dirinya sendiri”.
Imam
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Barangsiapa sesat, yaitu sesat dari al-haq
dan menyimpang dari jalan lurus, maka sesungguhnya dia berbuat kejahatan bagi
dirinya sendiri, dan keburukan kembali kepadanya’.’
Firman
Allâh Azza wa Jalla :
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ
وِزْرَ أُخْرَىٰ
Artinya
: “Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain”.
Imam
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul
dosa orang lain, dan orang yang berbuat kejahatan tidak berbuat kejahatan
kecuali bagi dirinya sendiri.
Firman
AllâhAzza wa Jalla:
وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ
إِلَىٰ حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ
Artinya
: “Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul
dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun”. [Fâthir/35:18].
Dan
hal ini tidak bertentangan dengan firman Allâh:
وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ
وَأَثْقَالًا مَعَ أَثْقَالِهِمْ
Artinya
: “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban- beban
(dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri”. [al-‘Ankabût/29:13].
Dan
firman-Nya:
وَمِنْ أَوْزَارِ
الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ
Artinya
: “Dan mereka memikul dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak
mengetahui sedikitpun”. [an-Nahl/16:25].
Karena
orang-orang yang mengajak menuju kesesatan akan menanggung dosa kesesatan
mereka pada diri mereka sendiri dan dosa lain dengan sebab mereka menyesatkan
orang-orang lain, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun, dan tanpa menanggung
dosa mereka sedikitpun. Ini termasuk keadilan dan rahmat Allâh Azza wa
Jallaepada hamba-hamba-Nya.
Firman
Allâh Azza wa Jalla :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ
حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا
Artinya
: “Dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul”.
Imam
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
Ini
pemberitaan tentang keadilan Allâh Azza wa Jalla, dan Dia sungguh tidak akan
mengadzab seorangpun kecuali setelah tegaknya hujjah kepada orang itu dengan
diutusnya Rasul kepadanya. Seperti firman Allâh:
كُلَّمَا أُلْقِيَ
فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ ﴿٨﴾ قَالُوا بَلَىٰ
قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ
أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ
Artinya
: “Setiap kali sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalam neraka,
penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah
datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” Mereka menjawab:
“Benar ada. Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan,
tetapi kami mendustakan (nya) dan kami katakan: “Allâh tidak menurunkan
sesuatupun,; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar”.
[al-Mulk/67:8-9].
Allâh
Azza wa Jalla juga berfirman:
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ
فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ ۚ أَوَلَمْ
نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا
فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
Artinya
: “Dan mereka (orang-orang kafir) berteriak di dalam neraka itu: “Ya Rabb kami,
keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal yang shalih, berlainan
dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah Kami (Allâh) tidak memanjangkan
umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan
(apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (adzab
Kami) dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zhalim”.
[Fâthir/35:37].
Dan
ayat-ayat lainnya yang menunjukkan bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak akan
memasukkan seorang pun ke dalam neraka kecuali setelah diutusnya Rasul kepadanya.
Oleh karena itu, pada hari kiamat ada beberapa orang yang mengadu kepada Allâh
bahwa mereka tidak berhak disiksa karena hujjah tidak sampai kepada mereka, dan
Allâh menerima alasan mereka itu. Hal ini disebutkan di dalam hadits sebagai
berikut:
عَنِ الْأَسْوَدِ
بْنِ سَرِيعٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ أَرْبَعَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
رَجُلٌ أَصَمُّ لَا يَسْمَعُ شَيْئًا وَرَجُلٌ أَحْمَقُ وَرَجُلٌ هَرَمٌ وَرَجُلٌ مَاتَ
فِي فَتْرَةٍ فَأَمَّا الْأَصَمُّ فَيَقُولُ رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا
أَسْمَعُ شَيْئًا وَأَمَّا الْأَحْمَقُ فَيَقُولُ رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ
وَالصِّبْيَانُ يَحْذِفُونِي بِالْبَعْرِ وَأَمَّا الْهَرَمُ فَيَقُولُ رَبِّي لَقَدْ
جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَعْقِلُ شَيْئًا وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ
فَيَقُولُ رَبِّ مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ لَيُطِيعُنَّهُ
فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ أَنْ ادْخُلُوا النَّارَ قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ
بِيَدِهِ لَوْ دَخَلُوهَا لَكَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلَامًا قَالَ حَدَّثَنَا
عَلِيٌّ حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنِ الْحَسَنِ عَنْ
أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مِثْلَ هَذَا غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ فِي آخِرِهِ
فَمَنْ دَخَلَهَا كَانَتْ عَلَيْهِ بَرْدًا وَسَلَامًا وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْهَا يُسْحَبُ
إِلَيْهَا
Artinya
: “Dari Aswad bin Sari’, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Pada hari Kiamat ada empat orang yang akan mengadu kepada Allâh: yaitu seorang
yang tuli, tidak mendengar sesuatupun; seorang yang pandir; seorang yang pikun;
dan seorang yang mati pada zaman fatroh; (1) Adapun orang yang tuli akan
berkata: “Wahai Rabb, agama Islam telah datang, namun aku tidak mendengar
sesuatupun”. (2) Orang yang pandir akan berkata: “Wahai Rabb, agama Islam telah
datang, sedangkan anak-anak kecil melempariku dengan kotoran binatang”. (3)
Orang yang pikun akan berkata: “Wahai Rabb, agama Islam telah datang, sedangkan
aku tidak berakal sedikitpun”. (4) Dan orang yang mati pada zaman fatrah akan
berkata: “Wahai Rabb, tidak datang kepadaku seorang Rasulpun,” maka Allâh
mengambil perjanjian mereka bahwa mereka benar-benar akan mentaati-Nya.
Kemudian Allâh mengutus utusan kepada mereka yang memerintahkan: “Masuklah kamu
ke dalam neraka!” Nabi SAW bersabda: “Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, seandainya mereka memasukinya, sesungguhnya neraka itu menjadi
sejuk dan selamat bagi mereka”. (Di dalam riwayat lain dari Abu Hurairah
disebutkan: “Barangsiapa memasukinya, sesungguhnya neraka itu menjadi sejuk dan
selamat baginya. Dan barangsiapa tidak memasukinya, dia akan diseret ke
dalamnya”)”.
Ayat
yang mulia ini memuat banyak fawâ-id (pelajaran) yang agung, antara lain:
1. Hidayah
yang didapat seorang hamba, baik yang berupa iman maupun amal shalih, maka
kebaikannya ialah untuk dirinya, bukan untuk orang lain.
2. Kebaikan
seorang hamba di akhirat itu tergantung iman dan amal shalihnya saat di dunia.
Sehingga seseorang tidak bisa bergantung kepada malaikat, nabi, wali, syaikh,
mursyid (guru pembimbing), imam, amir, ustadz, dan lainnya.
3. Kesesatan
seorang hamba dengan ketiadaan hidayah, maka kerugiannya menimpa dirinya
sendiri, bukan kepada orang lain.
4. Seseorang
tidak akan disiksa dengan sebab dosa orang lain.
5. Allâh
Azza wa Jalla tidak akan menyiksa kecuali setelah tegaknya hujjah seseorang
dengan diutus para rasul-Nya.
6. Keadilan
Allâh yang sempurna.
7. Orang
yang mengajak menuju kesesatan menanggung dosanya sendiri dan dosa orang lain
yang disesatkannya, karena ia menjadi sebab kesesatan mereka.
·
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari.
2015. Puncak Keadilan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.http://almanhaj.or.id/4194-puncak-keadilan-allah-subhanahu-wa-taala.html.Diakses
pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 19.00 WIB.
·
Khamariah Yusoff. 2012. Keadilan Menurut
Pandangan Islam.http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2012&dt=0209&sec=Bicara_Agama&pg=ba_03.htm.
Diakses pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 17.00 WIB.
No comments:
Post a Comment