Monday, 30 May 2016

Tegaknya Keadilan Allah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil didefinisikan sebagai sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran. Kata adil (al-‘adl) berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi berarti pertengahan. Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Keadilan merupakan salah satu dari tiga asas pandangan hidup islam, seiring dengan tauhid dan khilafah. Oleh karena islam mencakup semua aspek kehidupan, keadilan juga seharusnya mencakupi semua bidang termasuk ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lain-lain. Menegakkan keadilan akan menciptakan kebaikan kepada siapapun, manakala pelanggaran terhadapnya akan mengakibatkan malapetaka. Keadilan termasuk dalam akhlak islam yang harus diamalkan dalam semua aspek kehidupan dan kepada semua manusia. Sekiranya ia dikesampingkan, maka ia dianggap satu dosa dan kesalahan disisi Allah SWT.


Allah SWT berfirman dalam Al-qur’an Q.S An-Nisa ayat 58 :

Artinya : “Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Apabila kamu mengadili di antara manusia bertindaklah dengan adil.  Sungguh Allah mengajar kamu dengan sebaik-baiknya, karena Allah Maha Mendengar, Maha Melihat”. [An-Nisaa’/4:58].

Allah SWT berfirman dalam Al-qur’an Q.S Al-Maidah ayat 8.

Artinya : “Hai orang-orang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, sebagai saksi-saksi Allah dan janganlah kebencian orang kepadamu membuat kamu berlaku tidak adil. Berlakulah adil. Itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Allah tahu benar apa yang kamu kerjakan”.[Al-Maidah/5:8].
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا
Artinya :
“Barangsiapa yang mengikuti petunjuk (Allâh), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (kebaikan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul”. [ A
l-Isrâ`/17:15].
Sesungguhnya ayat ini menjelaskan keadilan Allâh Azza wa Jalla dan hikmah-Nya yang sempurna. Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah menjelaskan hal ini dengan perkataannya:Allâh Yang Maha Suci menetapkan empat hukum bagi musuh-musuh-Nya, yang merupakan puncak keadilan dan hikmah, (yaitu): (1) bahwa hidayah yang didapat seorang hamba yang berupa iman dan amal shalih, (kebaikannya) adalah untuk dirinya, bukan untuk orang lain, (2) bahwa kesesatannya, dengan ketiadaan hidayah, (kerugiannya) adalah atas dirinya sendiri, bukan atas orang lain, (3) bahwa seseorang tidak akan disiksa dengan sebab dosa orang lain, (4) bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak akan menyiksa kecuali setelah tegaknya hujjah seseorang dengan (diutus) para rasul-Nya.
Maka perhatikanlah kandungan empat hukum ini, yang berupa hikmah Allâh Azza wa Jalla , keadilan-Nya dan keutamaan-Nya, dan bantahan terhadap orang-orang yang terpedaya dan memiliki harapan-harapan yang dusta; juga bantahan terhadap orang-orang yang bodoh terhadap Allâh, nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya.
Ayat ini memuat empat kalimat yang agung:
Firman Allâh Azza wa Jalla :
مَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ
Artinya : “Barangsiapa yang mengikuti petunjuk (Allâh), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (kebaikan) dirinya sendiri”.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Allâh memberitakan bahwa barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allâh), mengikuti al-haq dan meniti jejak kenabian, maka sesungguhnya ia akan mendapatkan akibat yang terpuji bagi dirinya sendiri”.
Firman Allâh Azza wa Jalla :
وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا
Artinya : “Dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri”.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Barangsiapa sesat, yaitu sesat dari al-haq dan menyimpang dari jalan lurus, maka sesungguhnya dia berbuat kejahatan bagi dirinya sendiri, dan keburukan kembali kepadanya’.’
Firman Allâh Azza wa Jalla :
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ
Artinya : “Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain”.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan orang yang berbuat kejahatan tidak berbuat kejahatan kecuali bagi dirinya sendiri.
Firman AllâhAzza wa Jalla:
وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَىٰ حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ
Artinya : “Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun”. [Fâthir/35:18].
Dan hal ini tidak bertentangan dengan firman Allâh:
وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالًا مَعَ أَثْقَالِهِمْ
Artinya : “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban- beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri”. [al-‘Ankabût/29:13].
Dan firman-Nya:
وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ
Artinya : “Dan mereka memikul dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun”. [an-Nahl/16:25].
Karena orang-orang yang mengajak menuju kesesatan akan menanggung dosa kesesatan mereka pada diri mereka sendiri dan dosa lain dengan sebab mereka menyesatkan orang-orang lain, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun, dan tanpa menanggung dosa mereka sedikitpun. Ini termasuk keadilan dan rahmat Allâh Azza wa Jallaepada hamba-hamba-Nya.
Firman Allâh Azza wa Jalla :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا
Artinya : “Dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul”.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
Ini pemberitaan tentang keadilan Allâh Azza wa Jalla, dan Dia sungguh tidak akan mengadzab seorangpun kecuali setelah tegaknya hujjah kepada orang itu dengan diutusnya Rasul kepadanya. Seperti firman Allâh:
كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ ﴿٨﴾ قَالُوا بَلَىٰ قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ
Artinya : “Setiap kali sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalam neraka, penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” Mereka menjawab: “Benar ada. Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, tetapi kami mendustakan (nya) dan kami katakan: “Allâh tidak menurunkan sesuatupun,; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar”. [al-Mulk/67:8-9].
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ ۚ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
Artinya : “Dan mereka (orang-orang kafir) berteriak di dalam neraka itu: “Ya Rabb kami, keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal yang shalih, berlainan dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah Kami (Allâh) tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zhalim”. [Fâthir/35:37].
Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak akan memasukkan seorang pun ke dalam neraka kecuali setelah diutusnya Rasul kepadanya. Oleh karena itu, pada hari kiamat ada beberapa orang yang mengadu kepada Allâh bahwa mereka tidak berhak disiksa karena hujjah tidak sampai kepada mereka, dan Allâh menerima alasan mereka itu. Hal ini disebutkan di dalam hadits sebagai berikut:
عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ سَرِيعٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ أَرْبَعَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَصَمُّ لَا يَسْمَعُ شَيْئًا وَرَجُلٌ أَحْمَقُ وَرَجُلٌ هَرَمٌ وَرَجُلٌ مَاتَ فِي فَتْرَةٍ فَأَمَّا الْأَصَمُّ فَيَقُولُ رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَسْمَعُ شَيْئًا وَأَمَّا الْأَحْمَقُ فَيَقُولُ رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَالصِّبْيَانُ يَحْذِفُونِي بِالْبَعْرِ وَأَمَّا الْهَرَمُ فَيَقُولُ رَبِّي لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَعْقِلُ شَيْئًا وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ فَيَقُولُ رَبِّ مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ لَيُطِيعُنَّهُ فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ أَنْ ادْخُلُوا النَّارَ قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ دَخَلُوهَا لَكَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلَامًا قَالَ حَدَّثَنَا عَلِيٌّ حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنِ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مِثْلَ هَذَا غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ فِي آخِرِهِ فَمَنْ دَخَلَهَا كَانَتْ عَلَيْهِ بَرْدًا وَسَلَامًا وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْهَا يُسْحَبُ إِلَيْهَا
Artinya : “Dari Aswad bin Sari’, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Pada hari Kiamat ada empat orang yang akan mengadu kepada Allâh: yaitu seorang yang tuli, tidak mendengar sesuatupun; seorang yang pandir; seorang yang pikun; dan seorang yang mati pada zaman fatroh; (1) Adapun orang yang tuli akan berkata: “Wahai Rabb, agama Islam telah datang, namun aku tidak mendengar sesuatupun”. (2) Orang yang pandir akan berkata: “Wahai Rabb, agama Islam telah datang, sedangkan anak-anak kecil melempariku dengan kotoran binatang”. (3) Orang yang pikun akan berkata: “Wahai Rabb, agama Islam telah datang, sedangkan aku tidak berakal sedikitpun”. (4) Dan orang yang mati pada zaman fatrah akan berkata: “Wahai Rabb, tidak datang kepadaku seorang Rasulpun,” maka Allâh mengambil perjanjian mereka bahwa mereka benar-benar akan mentaati-Nya. Kemudian Allâh mengutus utusan kepada mereka yang memerintahkan: “Masuklah kamu ke dalam neraka!” Nabi SAW bersabda: “Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seandainya mereka memasukinya, sesungguhnya neraka itu menjadi sejuk dan selamat bagi mereka”. (Di dalam riwayat lain dari Abu Hurairah disebutkan: “Barangsiapa memasukinya, sesungguhnya neraka itu menjadi sejuk dan selamat baginya. Dan barangsiapa tidak memasukinya, dia akan diseret ke dalamnya”)”.
Ayat yang mulia ini memuat banyak fawâ-id (pelajaran) yang agung, antara lain:
1.      Hidayah yang didapat seorang hamba, baik yang berupa iman maupun amal shalih, maka kebaikannya ialah untuk dirinya, bukan untuk orang lain.
2.      Kebaikan seorang hamba di akhirat itu tergantung iman dan amal shalihnya saat di dunia. Sehingga seseorang tidak bisa bergantung kepada malaikat, nabi, wali, syaikh, mursyid (guru pembimbing), imam, amir, ustadz, dan lainnya.
3.      Kesesatan seorang hamba dengan ketiadaan hidayah, maka kerugiannya menimpa dirinya sendiri, bukan kepada orang lain.
4.      Seseorang tidak akan disiksa dengan sebab dosa orang lain.
5.      Allâh Azza wa Jalla tidak akan menyiksa kecuali setelah tegaknya hujjah seseorang dengan diutus para rasul-Nya.
6.      Keadilan Allâh yang sempurna.
7.      Orang yang mengajak menuju kesesatan menanggung dosanya sendiri dan dosa orang lain yang disesatkannya, karena ia menjadi sebab kesesatan mereka.



DAFTAR PUSTAKA

·         Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari. 2015. Puncak Keadilan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.http://almanhaj.or.id/4194-puncak-keadilan-allah-subhanahu-wa-taala.html.Diakses pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 19.00 WIB.
·         Khamariah Yusoff. 2012. Keadilan Menurut Pandangan Islam.http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2012&dt=0209&sec=Bicara_Agama&pg=ba_03.htm. Diakses pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 17.00 WIB.

No comments: